Minggu, 14 Desember 2014

PERSON CENTERED THERAPY


 PERSON CENTERED THERAPY

A.    Nama Pendekatan
Salah satu teknik yang dibahas kali ini adalah Person centered therapy atau konseling berpusat pada pribadi dikembangkan oleh Carl Rogers melalui pandangan humanistik dan eksistensial. Teori ini mengalami 4 kali perubahan nama yang dimulai dari Non-Directive Counseling, kemudian menjadi Client Center Therapy dan akhirnya menjadi Person Centered Therapy. Adapun Sejarah perkembangan, pandangan dan proses terapi yaitu sebagai berikut :

B.     Sejarah Perkembangan
Carl Ransom Rogers, lahir di  pinggiran kota Chichago pada tanggal 8 januari 1902. Rogers tumbuh dalam hubungan keluarga yang erat, pragmatis, berdedikasi tinggi dalam memegang prinsip-prinsip nasrani dengan standar keagamaan yang keras dan menjunjung tinggi kebajikan dan kerja keras Kirschenbaum, 1979 (Parrot, 2003). Kondisi keluarga yang sangat taat dan pandangan yang keras maka Rogers bertumbuh menjadi seorang dengan karakteristik introvert, dia seorang yang cepat dewasa dibandingkan anak seusianya dan terus belajar demi kepentingan sosialnya, (Parrot, 2003), (Corey, 2009). Kehidupan ekonomi  keluarga Roger sangat baik, ayah Roger merupakan seorang kontraktor dan seorang insinyur sipil, sehingga membuat Rogers banyak mengeksplorasi ilmu dibidang sains, agrikutura, dan peternakan.  Keakraban Rogers dalam metode-metode ilmiah di usia 14 tahun membuat dia terus mengembangkan kemampuannya dalam metode ilmiah. Rogers menyelesaikan studinya di University of Wisconsin dan seorang mahasiswa terbaik di bidang agrikultura, perasaan tidak nyaman dibidang agricultura akhinya Rogers berfokus mempelajari sejarah, kemudian berpindah dibidang religi dan akhinya berfokus pada bidang psikologi klinis. Rogers bekerja dan menyelesaikan studi master dan doktornya  pada bidang psikologi di University of Wisconsin pada tahun 1931, (Parrot,2003),(Seligman,2006).
Bagian kehidupan Rogers dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hubungan sosial dan berbagi pengalaman tentang perasaannya, ketika bergabung dalam camp berkunjung ke China, Peking dalam konfrensi federasi mahasiswa kristen di seluruh dunia dan menikah dengan Hellen Elliot. Kedua pengalaman Rogers berupa konfrensi dan pernikahan yang mengkasilkan 2 anak. Rogers (Parrot, 2003).
Bagian karir Rogers mencerminkan bagaimana keterkaitan teori konseling dan psikoterapi ketika Rogers menolak permintaan ayahnya dan memilih mengikuti Union Theological Seminary di New York, 2 tahun di Union kemudian di melanjutkan pendidikan di Columbia University Theacher College dan bekerja di klinik dan psikologi pendidikan tahun 1931. Setelah 12 tahun menetap di Columbia, Rogers kemudian membenamkan dirinya dalam praktik klinik bersama masyarakat dalam pencegahan kekejaman anak di Rochester dan menerbitkan buku pertamanya berjudul Clinical Treatment of The Problem Child (1939). Rogers mempromosikan idenya tentang pusat pembelajaran seseorang di La Jolla, California dan terus mengembangkan teorinya yaitu Person Centered Therapy pada tekanan antar ras/suku, mengurangi konflik antar saudara, memajukan perdamaian dunia dan keadilan sosial yang kemudian membawa Rogers sebagai nominasi penerima nobel perdamaian.
Menurut Chain (Seligman,2006) pengejawantahan teori Rogers dilihat dari sikapnya yang penuh perhatian, hati-hati, dan merupakan pendengar yang sensitif dimana kebiasaannya bekerja keras, disiplin diri yang tinggi, organisasi dan konsentrasi terhadap pengalaman hidup serta kekuatan yang bersal dari optimisme, aktualisasi diri, dan kemampuan untuk terbuka pada segala pengalaman hidup disetiap momen. Person Center Therapy didasarkan pada konsep psikologi humanistik dimana asusumsi dasanya adalah setiap manusia dapat dipercaya, bahwa manusia memiliki potensi untuk memahami diri mereka sendiri dan memecahkan masalah mereka sendiri tanpa adanya intervensi dari terapis, dan mereka mampu menumbuhkan pengarahan diri mereka sendiri tanpa jika dilibatkan dalam hubungan terapeutik tertentu, (Corey, 2009). Perkembang Person Centered Terapi dibagi dalam 4 periode perkembangan yaitu pada tahun 1940an yang dikenal dengan non-directive counseling atau konseling tidak lansung dimana konseling ini merupakan penentangan terhadap konseling psikoanalisis langsung yang bersifat tradisional. yang menentang adanya validitas dari prosedur terapi, seperti saran, nasehat, pengajaran, persuasi, diagnosis dan interpretasi, diagnosis dan interpretasi tidak akurat daring kali merugikan konseli. Konseling nondirective menghindari adanya sharing tentang diri mereka meskipun sangat terfokus pada perefleksian perasaan klien dengan tujuan menyelami perasaan  klien,dimana pendekatan ini hanya ampuh jika diterapkan pada anak-anak. (Corey, 2009).
Non-Directive dianggap tidak mewakili teori Rogers maka perkembangan periode kedua yaitu tahun 1951 dimana Rogers mengubah nama pendekatannya menjadi Client-Centered Therapy (pemusatan terapi pada diri klien) yang penekanannya pada fiksasi perasaan klien dan kemudian difokuskan dalam kenomenologi dunia konseli. Perkembangan periode ketiga yaitu pada tahun 1957 sampai dengan 1970an yang mengubah nama pendekatannya menjadi person-centered therapy  yang menekankan pada pentingnya dan cukupnya persyaratan untuk memulai suatu terapi. Rogers memiliki pandangan bahwa hubungan terapis dan klien merupakan katalisator untuk membawa pada perbaikan dan pengembangan. Perkembangan periode keempat yaitu pada tahun 1980an sampai dengan tahun 1990an, pengembangan pada kecendrungan terapi dibidang pendidikan, industri, kelompok, resolusi konflik dan penelitian demi perdamaian dunia (Corey, 2009).

C.    Hakikat Manusia
Rogers memandang manusia sebagai sebagai sesuatu hal yang positif dan optismistik, Manusia merupakan mahluk yang dapat dipercaya, bertumbuh dan memahami diri sendiri, mengarahkan diri sendiri dan mampu membuat perubahan yang konstruktif untuk menjalani hidup mereka secara produktif dan efesien (Corey, 2009). Menurut George & Cristiani (1981) manusia mampu negontrol diri mereka dalam empat area dasar yaitu :
a.       Kepercayaan dalam martabat diri dan nilai yang terdapat pada setiap diri individu bahwa semua orang seharusnya memiliki hak untuk berpendapat dan memberikan gagasan mereka, serta seharusnya dapat mengontrol nasib mereka sendiri dimana setiap manusia memiliki kekebasan mengejar keinginan dan ketertarikannya kepada sesuatu dengan aturan bahwa hal tersebut tidak meginjak-injak hak asasi orang lain.
b.      Pandangan tentang perilaku manusia bahwa perilaku individu adalah perilaku untuk beradaptasi terhadap suatu situasi selalu diikuti oleh persepsi mereka tentang diri mereka sendiri dan tentang suatu situasi. Sehingga Self-consept individu menjadi aspek yang penting terhadap persepsi individu terhadap dirinya, self merupakan pusat dari pengalaman individu dengan lingkungannya, persepsi individu dari interaksi antara perubahan lingkungan sebagai bagian dari perubahan diri individu.
c.       Kecenderungan manusia kearah aktualisasi atau “actualizing tendency” merupakan kecenderungan inheren seseorang untuk bergerak suatu arah dapat digambarkan secara kasar sebagai pertumbuhan, kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri, dan otonomi. Rogers meyebutkan kecendrungan arah seseorang disebut juga kecenderungan aktualisasi yang didefenisiskan sebagai kecendrungan seseorang untuk mengembangkan kemampuannya dengan cara mempertahankan atau meningkatkan suatu organisme.
d.      Setiap individu memiliki kemampuan untuk mengaktualisasian diri mereka dan arah kecendrungan mereka. Pandangan bahwa manusia pada dasarnya baik dan dapat dipercaya, reliable, konstruktif atau baik walaupun manusia kadangkala berperilaku tidak dapat dipercaya, menipu, membenci dan dan kejam tetapi hal tersebut merupakan karakteristik yang tidak favorable yang timbul akibat pembelan diri individu  sehingga mengasingkan sifat dasar mereka. 

D.    Perkembangan perilaku
1.       Struktur Kepribadian
Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan perhatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting daripada karakteristik kepribadian itu sendiri. Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsur yang sangat esensial dalam hubungannnya dengan kepribadian, yaitu self, medan fenomenal, dan organisme.
a.      Organisme
Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri. Pada masa bayi setiap organisme diberkahi dengan kecenderungan inheren menuju aktualisasi organismenya. Perilaku Bayi diarahkan untuk memuaskan kebutuhan aktualisasi seperti pemenuhan empati, positif regard, genuine, understanding, congruence. Pemenuhan kebutuhan tersebut mengarahkan seseorang mencapai mature atau kematangan berupa psychological adjustment. Sebaliknya ketika kebutuhan dasar seseorang akan aktualisasi tidak terpenuhi maka seseorang akan mengalami treat berupa denial, defence, dan distortion, anxiety, fuliability. Sehingga tujuan konseling person centered yaitu menjadi katalisator bagi konseli dalam mengembangkan dirinya.
b.      Phenomenological Field
Medan fenomenal (fenomenological field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang  diterimanya baik yang disadari. Pengalaman yang meliputi peristiwa-peristiwa yang diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukan individu. Pengalaman ada yang bersifat internal yaitu presepsi mengenai dirinya sendiri dan pengalaman yang bersifat external yaitu presepsi mengenai dunia luarnya.
c.       Self
Self adalah interaksi antara organisme atau individu dengan phenomenal field. Self merupakan presepsi dan nilai-nilai individu tentang dirinya atau hal-hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self merupakan suatu konsepsi yang merupakan presepsi mengenai dirinya dan presepsi hubungan dirinya dengan orang lain dengan segala aspek kehidupannya. Kesadaran tentang self akan membantu seseorang membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam hal ini untuk menemukan self yang sehat ( the real self) individu memerlukan penghargaan, kehangatan, perhatian dan penerimaan tanpa syarat. Self meliputi dua hal, yaitu self riil (real self) dan self ideal (ideal self). Real self merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata, dan ideal self merupakan apa yang menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi tentang dirinya. Seseorang yang akan merasa berharga jika bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki orang lain maka yang akan terbentuk ideal self. Dalam pandangan ini, masalah akn muncul karena adanya ketidak sesuaian antara ideal self dengan real self .
2.       Pribadi Sehat dan Bermasalah
Sejak kecil anak-anak tetap membutuhkan penerimaan dan pandangan yang positif dari lingkungan sekitarnya, ketika anak mendapatkan penerimaan maka, seorang anak mulai mendefenisikan diri mereka sesuai dengan pengalaman hidupnya dibandingkan dengan tekanan tentang bagaimana orang lain memandang atau penghormatan mereka terhadap dirinya, kondisi tersebut akan membentuk kesesuaian antara apa yang seseorang inginkan dengan apa yang terjadi, apa yang diharapkan dalam diri dan apa yang terjadi, kondisi seperti ini membentuk individu dengan pribadi yang sehat. Menurut Rogers selain nilai yang dipelajari dalam keluarga, sekolah, gereja biasanya terjadi ketidaksesuaian antara pengalaman individu dan kesemua pengalaman, perasaan, gagasan, perilaku tidak terjadi kesesuainan dengan harapan individu terhadap dirinya sehingga perilaku salah suai atau perilaku tidak sehat merupakan hasil dari ketika seseorang lebih berorientasi ekternal dibandingkan dengan orientasi internalnya yang kemudian digambarkan sebagai berikut.






congruence
 

incongruence
 

 


E.     Hakikat Kenseling
Secara umum hakikat konseling pada person centered therapy yaitu memecahkan masalah klien dengan memberikan fungsi secara penuh kepada diri klien untuk menyadari dirinya dan mengarahkan diri sendiri untuk perubahan dirinya dalam tindakan dan tingkah laku, karena person-centered memandang manusia secara positif dan optimistic maka klien memiliki kapasitas untuk menjauh dari kesalahan dan dan pengaturan diri dalam kesahatan psikologisnya. Sehingga, person center menolak peran terapis sebagai penguasa dalam proses konseling dimana konseli bersifat pasif dan menerima arahan (Corey, 2009).
Terapi person center memfokuskan pada sisi konstruktif asal manusia sehingga penekanannya adalah bagaimana mereka mampu mengatasi segala kesulitan yang menghalangi pertumbuhan mereka. Para praktisi person centered medorong pribadi konseli membuat perubahan dan membawa mereka pada hakikat kehidupan, dengan menyadari bahwa usaha tersebut merupakan usaha yang berkelanjutan, dimana manusia tidak dalam kondisi statis tetapi terus berevolusi dalam proses pengaktualisasian diri.

F.     Kondisi Pengubahan
1.      Tujuan
Tujuan utama dari terapi ini adalah memberikan suasana yang kondusif untuk membantu klien agar dapat membantu individu menjadi berguna dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, proses terapi diharapkan mampu memberikan rasa aman bagi klien sehingga klien mampu menyadari bahwa ada banyak kemungkinan bagi dirinya untuk berubah kearah yang lebih baik (Corey, 2009). Menurut Seligman (2006) dalam proses terapi, seorang terapis bertujuan untuk memfasilitasi klien untuk memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri  mereka sekarang, lebih jujur terhadap diri mereka sendiri, mengekspresikan secara penuh emosi dan pengalamannya, dan memperkenalkan tentang kesadaran diri klien, pemberdayaan diri, optimism, harga diri, tanggung jawab, congruensi, dan otonomi yang membatu diri klien untuk membangun lokus control internal mereka menjadi lebih sadar terhadap kenyataan dan menggunakan potensinya menjadi lebih baik, mengembangkan kemampuannya untuk mengatur kehidupannya dan penyelesainan terhadap masalahnya sendiri dan lebih mengaktualisasikan dirinya.
2.      Sikap, peran, dan tugas Konselor
Pada dasarnya terapis menggunakan dirinya sebagai alat/instrument untuk perubahan. Sikap dan keyakinan terapis pada kekuatan diri klien lah yang menciptakan kondisi terapeutik untuk pertumbuhan. Person centered meyakini bahwa fungsi konselor dalam terapis adalah menyempaikan dan menerima klien untuk memfokus pada pengalaman mereka secara langsung. Kewajiban terapis adalah mereka harus bersedia jujur dan tampil apa adanya ketika berhubungan dengan klien, terapis harus bersikap berempati, dan menjadi katalisator/fasilitator dalam proses pengubahan.
3.      Sikap, peran, dan tugas Konseli
Person-centered therapy memandang bahwa perubahan terapeutik bergantung pada persepsi konseli, baik tentang pengalamannya dalam konseling maupun tentang sikap dasar konselor. Konseli berpeluang untuk mengeksplorasi berbagai macam perasaannya yang dirahasiakan ketika permulaan konseling jika konselor mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi eksplorasi diri konseli. Dalam person-centered therapy konseli harus dengan segera belajar bahwa ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bahwa ia bisa belajar untuk memperoleh pemahaman diri melalui hubungan konseling. Unconditional positive regard bisa mendorong konseli secara perlahan untuk membuka tabir pemahamannya dan sampai pada pemahaman apa yang terdapat di baliknya. Konseli cenderung menjadi lebih matang secara psikologis dengan meningkatnya kebebasan.
4.      Situasi Hubungan
Menurut Rogers (1967), terdapat enam kondisi yang diperlukan untuk pengubahan kepribadian yaitu dua orang berada dalam hubungan psikologis, kedua orang pertama, yang disebut konseli ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan cemas, ketiga orang kedua, yang disebut sebagai konselor ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam hubungan konseling, keempat konselor memiliki unconditional positive regard kepada konseli, kelima konselor merasa emapti terhadap kerangka acuan internal konseli dan berusaha mengomunikasikan perasaannya tersebut kepada konseli dan terakhir komunikasi pengungkapan rasa empatik dan unconditional positive regard dari konselor kepada konseli harus dapat dicapai. Sikap pribadi konselor yang mampu mewujudkan konseling yang baik, yaitu congruence or genuineness, unconditional positive regard, dan pemahaman empatik yang akurat dari rogers hubungan terapis dan klien dikakteristikkan dengan equity. Proses perubahan pada klien bergantung pada kadar kulitas hubungan yang setara.

G.    Mekanisme Pengubahan
      1.      Tahap-tahap konseling
Person-centerd therapy terdiri dari empat tahap, yaitu penciptaan hubungan baik, pembebasan ungkapan, tercapainya insight, dan pengakhiran. Rogers menggambarkan 12 langkah dalam person-centerd therapy. Ia menekankan bahwa langkah ini tidak benar-benar terpisah berupa :
1.        Konseli datang untuk meminta bantuan.
2.        Situasi bantuan biasanya didefinisikan sebagai kesempatan bagi pertumbuhan diri.
3.        Konselor mendorong ekspresi bebas mengenai perasaan yang berhubungan dengan masalah.
4.        Konselor menerima, mengakui, dan menjelaskan perasaan-perasaan negatif.
5.        Ketika konseli telah cukup menyatakan perasaan negatifnya, mereka diikuti oleh ekspresi samar dan tentatif dari impuls positif yang membuat perkembangan dirinya.
6.        Konselor menerima dan mengakui perasaan positif yang dinyatakan dalam cara yang sama di mana ia telah menerima dan mengakui perasaan negatif yang memberikan konseli kesempatan untuk pertama kali dalam hidupnya untuk memahami dirinya.
7.        Wawasan ini, yaitu tentang pemahaman tentang diri dan penerimaan diri menyediakan dasar di mana individu dapat melanjutkan ke tingkat integrasi yang baru.
8.        Bercampur dengan proses wawasan adalah proses klarifikasi yang mungkin merupakan keputusan.
9.        Kemudian muncul inisiasi, tetapi sangat signifikan lebih kepada tindakan positif.
10.    Ada wawasan lebih lanjut.
11.    Ada tindakan positif yang semakin terintegrasi pada diri konseli dan lebih percaya diri.
12.    Ada perasaan berkurangnya akan kebutuhan bantuan dan konseli mengaku bahwa hubungan konseling harus berakhir.
2.      Teknik-teknik konseling
Person centered therapy tidak memiliki teknik yang spesifik. Sikap-sikap dasar konselor dan kepercayaan antara konselor dan konseli-lah yang berperan penting dalam proses konseling. Pada umumnya konseling ini menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi konseli. Selain itu, tiga sikap dasar konselor, yaitu :
1.        Congruence or genuine
Congruence or genuine yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. Congruence berarti bahwa konselor menampilkan diri apa adanya, asli, terintegrasi dan otentik. Seorang konselor harus dapat menampilkan kekongruenan antara perasaan dan pikiran yang ada dalam dirinya dengan perasaan, pandangan dan tingkah laku yang diekspresikan (outer). Konselor yang otentik menampilkan diri yang spontan dan terbuka baik perasaan dan sikap yang ada dalam dirinya serta dapat berkomunikasi secara jujur dengan konseli.
2.      Unconditional positive regard and acceptance
Agar proses terapi berhasil maka perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli. Penerimaan berarti pengakuan terhadap hak klien untuk memiliki perasaan-perasaan, bukan persetujuan atas semua tingkah laku. Segenap tingkah laku yang tampak tidak perlu disetujui atau diterima.
3.        Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap dimana konselor benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi (Corey, 2009). Empati dipandang sebagai sebuah penerimaan terhadap diri klien secara penuh dari pengalaman internal klien. Rogers menekankan bahwa konselor harus membangun pemahaman yang mendalam dan akurat tentang kerangka internal diri klien, dimana konselor memberikan tempat yang penting kepada klien. (George & Cristiani, 1981)
H.    Hasil – hasil penelitian
Salah satu penelitian tentang person centered therapy dilakukan oleh Natalie Rogers yaitu dengan menggunakan seni sebagai media untuk memfasilitasi konseli dalam mengekplorasi pengalaman-pengalamannya. berupaya mengembangkan pendekatan ini dengan menggunakan metode non-verbal karena tidak semua konseli dapat mengekspresikan pengalamnnya secara verbal. Kemudian Jeanne Watson (2002) tentang empati seorang konselor bekerja pada ranah kognitif, afektif dan interpersonal, maka hal itu menjadi alat konseling yang paling kuat pengaruhnya terhadap perubahan konseli. Penelitian lain juga dilakukan yaitu tentang efektivitas Person-centered Therapy selama 25 tahun terakhir, pada sekelompok kecil pasien skizofrenia. Sejak saat itu telah ada penelitian lain yang serupa pada pasien rawat inap, serta pada berbagai populasi klinis lainnya dengan melakukan studi mendalam pada 28 pasien dengan skizofrenia, setengah di antaranya berada di kelompok kontrol. Secara singkat, para peneliti menemukan bahwa pasien yang menerima derajat empati tinggi, kehangatan, dan keaslian menghabiskan lebih sedikit waktu di rumah sakit dibandingkan mereka yang menerima kondisi yang lebih rendah. Sayangnya, beberapa perbedaan yang ditemukan antara pasien yang menerima inti yang tinggi dan kelompok kontrol yang tidak diobati. Pasien yang menerima tingkat empati, kehangatan, dan keaslian yang rendah menghabiskan hari di rumah sakit daripada kelompok kontrol atau mereka yang menerima kondisi inti yang tinggi.
I.       Kelemahan dan Kelebihan
            Beberapa kelemahan person-centered therapy adalah sebagai berikut.
1.        Sulit bagi konselor untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
2.        Konseling menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
3.        Minim teknik untuk membantu konseli memecahkan masalahnya.
4.        Tidak cukup sistematik, terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil tanggungjawabnya.
5.        Memungkinkan sebagian konselor menjadi terlalu terpusat pada konseli sehingga melupakan keasliannya.
6.        Kesalahan sebagian konselor dalam menerjemahkan sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan konseling.
            Sedangkan beberapa kelebihannya adalah sebagai berikut.
1.        Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
2.        Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
3.        Memberikan peluang yang lebih luas terhadap konseli untuk didengar.
4.        Konseli memiliki pengalaman positif dalam konseling ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
5.        Konseli merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka didengarkan dan tidak dijustifikasi.

J.      SUMBER RUJUKAN
Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice Counseling and Psychotherapy. Amerika :Thompson Books/Cole
George, Rickey L & Cristiani, Therese S. 1981. Theory, Methods, and Processes of Counseling and Psychotherapy. Englewood Cliffs : Prentice-Hall, Inc
Fall, Kevin A, Holden, Jan Miner, & Marquis, Andre. 2004. Theoretical Models of Counseling and Psychotherapy. New York: Brunner-Routledge.
Gillon, Ewan. 2007. Person-Centred Counselling Psychology an Introduction. London: SAGE Publications Ltd.
Parrot III, Les. 2003. Counseling and Psychotherapy Second Edition. Amerika : Thompson Books/Cole
Patterson, Cecil H. 1980. Theories of Counseling and Psychotherapy. New York ; Harper & Row Publisher
Prochaska, J.O. & Norcross, J.C. 2010. Systems of Psychotherapy. 7th Ed. Belmont, CA: Thomson Brooks/Cole.
 Rogers, Carl R. 1961. On  Becoming Person. USA: Houghton Mifflin Company.
Seligman, Linda. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy Sistem, Strategies, Skill. New Jersey ; Pearson prentice Hall
Sharf, R.S. 2012. Theories of Psychotherapies and Counseling: Concepts and Cases. 5th Ed.  Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole.

1 komentar:

  1. mohon maaf, pada poin pertama dikatakan ada 4 kali perubahan nama, tapi dijelaskan hanya ada 3nama saja?, mohon penjelasan lanjutnya...

    BalasHapus