REALITY THERAPY
- SEJARAH PERKEMBANGAN
Reality Therapy adalah sebuah pendekatan yang awalnya
dikembangkan pada 1950an dan 1960an oleh William Glasser. Pada tahun 1980an,
Glasser menambahkan control theory sebagai dasar teoretik bagi praktik relitas.
Ini terjadi karena Glasser tertarik di bidang teori control, ia membaca buku
William Powers (1973) Behavior: The
Control of Perception. Teori Powers tentang bagaimana otak berfungsi
sebagai sebuah system control memberikan dasar teoritik bagi terapi realitas. Pada
tahun 1996, Glasser mengubah nama teori yang mendasari terapi realitas dari
terapi kontrol ke Choice Theory (teori pilihan), yang konsep paling mendasar
adalah “we can control only our own
behavior” Glasser and Glasser 2000: 40).
William Glasser
tumbuh dan besar di Cleveland, Ohio, ketika berusia 4 tahun, ia menyadari bahwa
kedua orangtuanya nyaris sama sekali tidak kompatibel. Ayahnya memberikan
kebebasan untuk berkembang sesuai dengan kondisinya, sedangkan ibunya suka
mengontrol atau mengatur anak-anaknya. Glasser belajar teknik kimia di Case
Institute of Technology di Cleveland. Pada usia 19 tahun, ia masih sangat
pemalu, hal tersebut tidak mencegah Glasser untuk menikahi Naomi Flasser dan
memiliki tiga orang anak, ketika belum menyelesaikan kuliah S1. Selama 3 tahun
mengambil Ph.D di bidang psikologi klinis di Western Reserve University,
Glasser tidak menyelesaikannya dan pindah ke kedokteran. Tahun 1953, Glasser
meraih MD dari Western Reserve University, kemudian memulai pelatihan psikiatri
di Veterans Administration Brentwood Hospital dan tahun 1957, menyelesaikan
tahun terakhirnya di University of California di Los Angeles.
Terapi realita
muncul dari ketidakpuasan Glasser dengan psikiatri psikoanalitik seperti yang
diajarkan pada masa pelatihannya. Hal tersebut karena ada tekanan yang terlalu
besar pada perasaan dan riwayat masa lalu klien dan tidak ada penekanan yang
cukup pada apa yang dilakukan klien dan “apa yang anda lakukan tentang apa yang
anda lakukan?”.Selain itu, Glasser juga melihat gurunya tidak melakukan yang
mereka ajarkan dan apa yang tampak bekerja bukan apa yang mereka katakan
bekerja. Tahun 1956, Glasser menerima jabatan di California Youth Authority
sebagai kepala psikiater di Ventura School of Girls. Fase awal terapi realitas
berkembang dari pekerjaannya menangani remaja putri yang nakal (1956-1967),
pasien rawat jalan (1956-1982), dan klien yang mengalami cedera fisik di pusat
rehabilitasi (1957-1966). Tahun 1961, buku pertama Glasser diterbitkan, Mental Health or Mental Illness?, diikuti
oleh Reality Therapy: A New Approach to
Psychiatry (1965).
Pada tahun 1992, Naomi meninggal karena
kanker, setelah sebelumnya, jatuh sakit. Sebelum kematiannya, Naomi mengatakan
kepada Glasser “Kau tidak akan bisa menjalani sendirian; kuharap kau dapat bisa
menemukan seseorang yang membuatmu bahagia”.
Glasser tidak
menganggap dirinya seorang bujangan yang baik dan pencariannya yang cukup sulit
untuk mendapatkan pengganti pasangan hidup. Akhirnya, Glasser menemukan
pasangan hidup, Carleen, seorang instruktur senior di William Glasser
Institute. Glasser juga telah berkolaborasi dengan istri keduanya Carleen
Glasser untuk membuat The Language of Choice Theory (1999), dan Getting
Together and Staying Together: Solving the Mystery of Marriage (2000). Glasser
masih terus melatih dan memberikan sertifikasi kepada para terapis realitas
melalui William Glasser Institute yang dipimpinnya. Ia masih teradiksi secara
positif untuk mempromosikan, baik di Amerika Serikat maupun di luar negeri,
teori pikiran, ide terapi realitas, aliran kualitas, dan ide-ide perubahan
institusionalnya.
- HAKIKAT MANUSIA
Konseling
Realitas menyakini bahwa hal yang melandasi permasalahan kebanyakan atau
sebagian besar klien adalah sama: mereka terlibat dalam hubungan di masa
sekarang yang tidak memuaskan atau ketidakmampuan mereka untuk berhubungan. Setiap manusia memiliki kebutuhan
psikologis yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang
kehidupannya dan harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal
tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam
memenuhi kebutuhan psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena
penyangkalan terhadap realita, yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari
hal-hal yang tidak menyenangkan.
Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang
asalnya bersifat genetik. Semua prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk
mengontrol dunia agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya.
Orang tidak pernah terbebas dari kebutuhan-kebutuhannya dan, begitu terpenuhi,
muncul kebutuhan lain. Kehidupan manusia adalah perjuangan konstan untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan ini dan mengatasi konflik yang selalu muncul
di antara mereka. Secara rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar
psikologis manusia, yaitu:
1.
Cinta/rasa
memiliki (Love/belonging)
Salah
satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa memiliki dan
terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa aktivitas yang
menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara perkumpulan
tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
2.
Kekuasaan
(Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa berharga, dan
mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui kompetisi
dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir, meyelesaikan
pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya atau meminta pendapat bagi
orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan sebagainya.
3.
Kesenangan
(Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia.
Pada anak-anak, terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak
dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk
menghilangkan kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.
4.
Kebebasan
(Freedom)
Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk
merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak tergantung pada orang lain,
misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan), memutuskan akan
melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak, dan berpindah dari satu tempat ke
tempat lain.
5.
Mempertahankan
hidup.
Semua manusia akan cenderung untuk mempertahankan
hidup demi keberlangsungan.
Tiap manusia
memiliki lima kebutuhan tersebut, namun beragam kekuatannya. manusia adalah
makhluk sosial yang memiliku kebutuhan untuk dicintai dan dimiliki, tapi
beberapa orang membutuhkan cinta yang lebih besar dibandingkan orang lain. Les
Parrott (2003), menyatakan bahwa manusia menginginkan sesuatu yang berbeda,
merasakan banyak hal, bagaimana memisahkan dan kenyataan dari kehidupan, dan
menegaskan keinginan dengan mengidentifikasi kebutuhan individu yang unik.
Menurut Glasser sebelum berusia enam tahun, kita membanguna dua identitas,
yakni positif dan negatif.
Fungsi otak
manusia merupakan sistem pengendali, yang secara terus menerus memantau
perasaan kita untuk menentukan sebaik apa tindakan yang telah kita lakukan
dalam kehidupan untuk memuaskan kebutuhan. Setiap kali kita merasa tidak enak
atau tidak baik, menandakan bahwa salah satu atau lebih kebutuhan tidak
terpuaskan. Walaupun kita tidak sadar akan kebutuhan kita sendiri, kita tahu
bahwa kita ingin merasa lebih baik. Dikendalikan oleh rasa sakit tersebut, kita
mencoba mencari tahu bagaimana agar diri kita dapat merasa lebih baik. Terapis
realita mengajarkan klien choice therapy sehingga klien dapat mengidentifikasi
kebutuhan yang frustasi tersebut dan mencoba untuk memuaskan. Jika klien
berhasil melakukan hal tersebut, maka klien akan mendapatkan imbalan berupa
perasaan-perasaan yang baik.
Kita tidak
memuaskan kebutuhan secara langsung. Yang kita lakukan adalah, selama kehidupan
dimulai setelah kita lahir dan kemudian terus menerus sepanjang kehidupan,
mencoba untuk terus mengetahui apa saja yang kita lakukan yang membuat kita merasa
sangat baik. Kita menyimpan pengetahuan ini dalam suatu tempat khusus di otak
kita yang disebut dunia kualitas. Dunia kualitas merupakan pusat dari kehidupan
kita. Ini merupakan shangrila pribadi kita, yang kita ingin tinggal didalamnya,
jika memungkinkan. Dunia ini sepenuhnya, berdasarkan kebutuhan kita, tapi tidak
seperti halnya kebutuhan yang bersifat umum, dunia ini sifatnya sangat
spesifik. Dunia kualitas kita seperti halnya album foto. Dimana beberapa foto
mungkin saja buram, dan terapis akan membantu klien memperjelasnya. Foto-foto
tersebut merupakan prioritas bagi kebanyakan atau sebagian besar individu,
namun klien dapat saja kesulitan menentukan prioritas-prioritas mereka. Tugas
terapis membantu klien menentukan prioritas yang mereka inginkan dan menentukan
prioritas mana yang paling penting bagi dirinya.
Orang lain
merupakan komponen penting dalam dunia kualitas kita, dan orang-orang tersebut
adalah orang-orang yang paling ingin kita mengadakan hubungan. Dunia kualitas
terdiri dari orang-orang terdekat dengan kita dan orang-orang yang paling
menyenangkan. Klien yang mengikuti terapi umumnya tidak memiliki seorangpun di
dalam dunia kualitas mereka atau sering kali, seseorang di dalam dunia kualitas
mereka tidak dapat membina hubungan melalui cara-cara yang memuaskan. Agar
terapi memungkinkan untuk berhasil, terapis haruslah seseorang yang menurut
pertimbangan klien termasuk dalam sosok yang ada dalam dunia kualitas. Memasuki
dunia kualitas klien merupakan seni dari terapi. Dari hubungan terapeutik
dengan terapis inilah klien akan belajar untuk mendekatkan diri dengan
orang-orang yang mereka butuhkan.
C. PERKEMBANGAN
PERILAKU
1. Struktur
kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya,
menurut Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan
konsep perkembangan kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya
individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Dalam proses
pembentukan identitas, individu mengembangkan keterlibatan secara emosional
dengan orang lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberikan
perhatian kepadanya dan berfikir bahwa dirinya memiliki arti. Jika kebutuhan
psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan
pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang
lain. Belajar bagaimana bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal
yang sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai “identitas sukses”.
Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi
kebutuhannya, orang tersebut telah mencapai identitas sukses. Pencapaian
identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu
dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni
melakukan sesuatu (doing), berfikir (thingking), merasa (feeling), dan menunjukkan respons fisiologis (physiology) secara bertanggungjawab (responsibility), sesuatu realita (reality), dan benar (right),
adapun konsep 3R yaitu:
1)
Tanggungjawab
(Responsibility)
Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.
2)
Kenyataan
(Reality)
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi
individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada
dunia nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka
mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari
kenyataan yang ada dan apa adanya.
3)
Kebenaran
(Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara
umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal
ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan
tersebut ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang
diterima secara umum.
2. Pribadi
sehat dan bermasalah
a. Pribadi
sehat
Seseorang dikatakan memiliki pribadi sehat yaitu
ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut glasser orang tersebut
mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas ini terkait pada konsep 3R,
dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya.
b. Pribadi
bermasalah
Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal
dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak
terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi
kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.
D. HAKEKAT
KONSELING
Terapi realitas melihat konseling sebagai proses
rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli
ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati daripada motif-motif
bawah sadarnya. Dengan demikian, konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya
tersebut cukup efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Jika dirasa
perilaku-perilaku yang ditampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka konselor
mengarahkan konseli untuk melihat peluang-peluang yang dapat dilakukan dengan
merencanakan tindakan yang lebih bertanggungjawab. Prilaku yang
bertanggungjawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan kenyataan yang
dihadapi, oleh glasser disebut sebagai penerimaan terhadap realita. Dengan
demikian, dapat membantu konseli mengatasi tekanan-tekanan dan permasalahan
yang dialaminya.
E. KONDISI
PENGUBAHAN
1. Tujuan
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli
mencapai identitas berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan
mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang
dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali
pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.
2. Sikap,
peran dan tugas konselor
Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli
dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah. Seorang konselor juga perlu
menunjukkan sikap bersahabat, dan antusias. Sikap antusias menggambarkan
pandangan konselor yang optimis terhadap konseli dan konselor benar-benar
terlibat dan mau melibatkan diri dalam proses konseling. Selain itu konselor
penting sekali bersikap genuine
dimana konselor harus bersikap jujur dan berterus terang dengan konseli.
Konselor berfungsi sebagai seorang guru dalam hubungannya dengan konseli. Tugas
konselor sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai
tingkah lakunya sendiri secara realitas. Konselor dalam terapi realitas
melibatkan diri dengan konseli, bersikap direktif dan didaktif, yaitu berperan
seperti guru yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli
mampu menghadapi kenyataan.
3. Sikap,
peran dan tugas konseli
Konseli bersikap terbuka terhadap konselor dan
bersedia menjalani proses konseling, konseli menceritakan masalahnya kepada
konselor dan memfokuskan pada apa yang diinginkannya. Konseli mengevaluasi
tingkah lakunya sendiri, membuat dan menyepakati rencana saat konseli
memutuskan untuk berubah dari tingkah laku gagal ke tingkah laku yang berhasil.
4. Situasi
hubungan
Terapi realitas berlandaskan hubungan atau
keterlibatan pribadi antara konselor dan konseli. Konselor dengan hangat,
pengertian, penerimaan, dan kepercayaanya atas kesanggupan konseli untuk
mengembangkan suatu identitas berhasil, harus mengkomunikasikan bahwa dia
menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi dengan konselor, konseli
belajar bahwa lebih banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan
perhatian kepada kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang tidak bertanggung
jawab. Konselor juga menunjukkan perhatiannya dengan menolak penyalahan atau
dalih-dalih dari konseli. Konselor cukup menaruh perhatian untuk memandang
konseli dari segi akan menjadi apa konseli
jika ia memutuskan untuk hidup dengan menghadapi kenyataan.
F. MEKANISME
PENGUBAHAN
1. Tahap-tahap
konseling
a. Konselor
menunjukkan keterlibatan dengan konseli (Be
friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan
sikap hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun.
Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan mempertlihatkan
sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli
sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses
konseling jika dia merasa bahwa konselor terlibat, bersahabat, dan dapat
dipercaya.
Seorang konselor perlu menunjukkan sikap bersahabat.
Pada tahap awal, umumnya konseli menunjukkan tidak membutuhkan bantuan
konselor, terlebih bila konseli tidak datang dengan sukarela. Meskipun konseli
menunjukkan ketidaksenangan, marah, atau bersikap yang tidak berkenan, dan
sebagainya, konselor harus tetap menunjukkan sikap ramah dan sopan, tetap
tenang, dan tidak mengintimidasi konseli.
Selain itu, keterlibatan konselor juga dapat
ditunjukkan dengan sikap antusias. Konseli akan merasa bahwa ia benar-benar
akan dibantu oleh konselor apabila konselor selalu menunjukkan sikap antusias.
b. Want
Terapi
realitas membantu konseli dalam
menemukan keinginan dan harapan
mereka. Konselor bertanya, "Apa
yang kau inginkan?", konseli dibantu
dalam menemukan apa yang mereka inginkan dari proses konseling dan dari dunia di sekitar mereka. Hal ini berguna bagi konseli untuk menemukan apa yang mereka harapkan dan inginkan dari konselor
dan dari diri mereka sendiri. Bagian dari konseling terdiri dari menjelajahi atau eksplorasi "picture album" (keinginan), kebutuhan, dan persepsi atau kualitas dunia konseli.
Konseli diberi kesempatan untuk mengeksplorasi setiap aspek kehidupan mereka,
apa yang mereka inginkan dari keluarga, teman, dan pekerjaan.
c.
Doing
Di awal
konseling penting untuk mendiskusikan dengan konseli secara keseluruhan arah
dari kehidupan mereka. Eksplorasi ini adalah awal untuk evaluasi berikutnya
apakah itu adalah arah yang diinginkan. Menanyakan apa yang dilakukan konseli
(doing), yaitu:konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan
konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli
bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli
mengungkapkan setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar
biasa. Dalam pandangan
konseling realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal
apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.
d.
Evaluation
Respon-respon
konselor diantaranya menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya
keluar dari permasalahan atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli
apakah pilihan perilakukanya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut
baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku
konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri
kesempatan kepada konseli untuk mngevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan
pilihanya tersebut. Kemudian bertanya kepada konseli apakah pilihan perilakunya
dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah
konseli akan tetap pada pilihannya, apakah hal tersebut merupakan perilaku yang
dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi
masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi atau dicapai,
bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai
apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk
mengikuti proses konseling.
e.
Plans
Konseli
berkonsentrasi membuat rencana untuk mengubah tingkah laku. Rencana menekankan
tindakan yang akan diambil, bukan tingkah laku yang akan dihapuskan. Wubbolding
berpendapat bahwa rencana terbaik adalah yang sederhana, dapat dicapai, dapat
diukur, langsung, dan konsisten. Rencana juga dikendalikan oleh konseli dan
terkadang dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis yang menyebutkan
alternatif-alternatif yang dapat dipertanggung jawabkan. Konseli kemudian
diminta untuk berkomitmen terhadap rencana tindakan tersebut.
f. Membuat
komitmen
Konselor
mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama
konselor sesui dengan jangka waktu yang ditetapkan.
g. Tidak
menerima permintaan maaf atau alasan konseli
Konseli akan
bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama.
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli.
Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah
direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi
konselor. Sebaliknya, konselor mengajak
konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa
konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan
kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan.
Pada tahap ini,
konselor tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi hadapkan
konseli pada konsekuensi. Menurut Glasser,
memberikan hukuman akan mengurangi keterlibatan konseli dan meyebabkan
ia merasa lebih gagal. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu
merupakan pilihannya dan ia akan merasakan konsekuensi dari tindakannya.
Konselor memberikan pemahaman kepada konseli, bahwa kondisinya akan membaik
jika ia bersedia melakukan perbaikan itu. Selain itu, konselor jangan mudah
menyerah. Proses konseling yang efektif antara lain ditunjukkan dengan seberapa
besar kegigihan konselor untuk membantu konseli. Ada kalanya konseli
mengharapkan konselor menyerah dengan bersikap pasif, tidak kooperatif, marah,
atau apatis, namun pada tahap inilah konselor dapat menunjukkan bahwa ia
benar-benar terlibat dan ingin membantu konseli mengatasi permasalahannya.
Kegigihan konselor dapat memotivasi konseli untuk bersama-sama memecahkan
masalah.
h. Tindak lanjut
Tindak lanjut
merupakan tahap terakhir dalam proses konseling. Konselor dan konseli
mengevaluasi perkembangan yang telah dicapai, konseling dapat berakhir atau
dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.
2. Teknik-teknik
konseling
Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas
keberhasilan, konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a.
Terlibat
dalam permainan peran dengan konseli
b.
Menggunakan
humor
c.
Mengkonfrontasikan
konseli
d.
Menawarkan
umpan balik
e.
Membantu
konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
f.
Membuat
kontrak
G. HASIL-HASIL
PENELITIAN
1. William Glasser
Prinsip-prinsip dan prosedur terapi realitas berhasil
diterapkan pada sekolah, lembaga-lembaga pemelihara pemuda kecanduan obat, dan
pusat rehabilitasi.
2. Wubbolding
& Brickell
Terapi Realitas
telah berhasil digunakan dalam pengobatan kecanduan dan program pemulihan
selama lebih dari 30 tahun.
H. KELEMAHAN
DAN KELEBIHAN KONSELING REALITY
1. Kelemahan
a.
Terapi realitas terlalu menekankan pada
tingkah laku masa kini sehingga terkadang mengabaikan konsep lain, seperti alam
bawah sadar dan riwayat pribadi.
b.
Terapi realitas bergantung pada
terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor dan konseli.
c.
Terapi realitas bergantung pada
interaksi verbal dan komunikasi dua arah. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan
dalam membantu konseli yang dengan alasan apapun, tidak dapat mgekspresikan
kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka dengan cukup baik.
2. Kelebihan
a.
Terapi realitas ini fleksibel dapat diterapkan dalam konseling individu
dan kelompok.
b.
Terapi realitas tepat diterapkan dalam
perawatan penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, dan penyimpangan
kepribadian.
c.
Terapi realitas meningkatkan tanggung
jawab dan kebebasan dalam diri individu, tanpa menyalahkan atau mengkritik
seluruh kepribadiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gerald Corey.
2009. Theory and Practice of
Counseling and Psychotherapy, Eighth Edition. USA: Thomson Brooks.
Parrott III, Les. 2003. Counseling and Psychotherapy, Second Edition. USA: Thomson
Learning, Inc.
Richard Nelson –Jones. 2006. Theory and
Practice of Counselling and Therapy, Fourth Edition. USA: Sage Publication,Inc.