Rabu, 17 Desember 2014

REALITY THERAPY



REALITY THERAPY

  1. SEJARAH PERKEMBANGAN
Reality Therapy adalah sebuah pendekatan yang awalnya dikembangkan pada 1950an dan 1960an oleh William Glasser. Pada tahun 1980an, Glasser menambahkan control theory sebagai dasar teoretik bagi praktik relitas. Ini terjadi karena Glasser tertarik di bidang teori control, ia membaca buku William Powers (1973) Behavior: The Control of Perception. Teori Powers tentang bagaimana otak berfungsi sebagai sebuah system control memberikan dasar teoritik bagi terapi realitas. Pada tahun 1996, Glasser mengubah nama teori yang mendasari terapi realitas dari terapi kontrol ke Choice Theory (teori pilihan), yang konsep paling mendasar adalah “we can control only our own behavior” Glasser and Glasser 2000: 40).
William Glasser tumbuh dan besar di Cleveland, Ohio, ketika berusia 4 tahun, ia menyadari bahwa kedua orangtuanya nyaris sama sekali tidak kompatibel. Ayahnya memberikan kebebasan untuk berkembang sesuai dengan kondisinya, sedangkan ibunya suka mengontrol atau mengatur anak-anaknya. Glasser belajar teknik kimia di Case Institute of Technology di Cleveland. Pada usia 19 tahun, ia masih sangat pemalu, hal tersebut tidak mencegah Glasser untuk menikahi Naomi Flasser dan memiliki tiga orang anak, ketika belum menyelesaikan kuliah S1. Selama 3 tahun mengambil Ph.D di bidang psikologi klinis di Western Reserve University, Glasser tidak menyelesaikannya dan pindah ke kedokteran. Tahun 1953, Glasser meraih MD dari Western Reserve University, kemudian memulai pelatihan psikiatri di Veterans Administration Brentwood Hospital dan tahun 1957, menyelesaikan tahun terakhirnya di University of California di Los Angeles.
Terapi realita muncul dari ketidakpuasan Glasser dengan psikiatri psikoanalitik seperti yang diajarkan pada masa pelatihannya. Hal tersebut karena ada tekanan yang terlalu besar pada perasaan dan riwayat masa lalu klien dan tidak ada penekanan yang cukup pada apa yang dilakukan klien dan “apa yang anda lakukan tentang apa yang anda lakukan?”.Selain itu, Glasser juga melihat gurunya tidak melakukan yang mereka ajarkan dan apa yang tampak bekerja bukan apa yang mereka katakan bekerja. Tahun 1956, Glasser menerima jabatan di California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School of Girls. Fase awal terapi realitas berkembang dari pekerjaannya menangani remaja putri yang nakal (1956-1967), pasien rawat jalan (1956-1982), dan klien yang mengalami cedera fisik di pusat rehabilitasi (1957-1966). Tahun 1961, buku pertama Glasser diterbitkan, Mental Health or Mental Illness?, diikuti oleh Reality Therapy: A New Approach to Psychiatry (1965).
 Pada tahun 1992, Naomi meninggal karena kanker, setelah sebelumnya, jatuh sakit. Sebelum kematiannya, Naomi mengatakan kepada Glasser “Kau tidak akan bisa menjalani sendirian; kuharap kau dapat bisa menemukan seseorang yang membuatmu bahagia”.
Glasser tidak menganggap dirinya seorang bujangan yang baik dan pencariannya yang cukup sulit untuk mendapatkan pengganti pasangan hidup. Akhirnya, Glasser menemukan pasangan hidup, Carleen, seorang instruktur senior di William Glasser Institute. Glasser juga telah berkolaborasi dengan istri keduanya Carleen Glasser untuk membuat The Language of Choice Theory (1999), dan Getting Together and Staying Together: Solving the Mystery of Marriage (2000). Glasser masih terus melatih dan memberikan sertifikasi kepada para terapis realitas melalui William Glasser Institute yang dipimpinnya. Ia masih teradiksi secara positif untuk mempromosikan, baik di Amerika Serikat maupun di luar negeri, teori pikiran, ide terapi realitas, aliran kualitas, dan ide-ide perubahan institusionalnya.

  1. HAKIKAT MANUSIA
Konseling Realitas menyakini bahwa hal yang melandasi permasalahan kebanyakan atau sebagian besar klien adalah sama: mereka terlibat dalam hubungan di masa sekarang yang tidak memuaskan atau ketidakmampuan mereka untuk berhubungan. Setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena penyangkalan terhadap realita, yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan.
Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang asalnya bersifat genetik. Semua prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk mengontrol dunia agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya. Orang tidak pernah terbebas dari kebutuhan-kebutuhannya dan, begitu terpenuhi, muncul kebutuhan lain. Kehidupan manusia adalah perjuangan konstan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan ini dan mengatasi konflik yang selalu muncul di antara mereka. Secara rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia, yaitu:
1.      Cinta/rasa memiliki (Love/belonging)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa aktivitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
2.      Kekuasaan (Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir, meyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan sebagainya.  
3.      Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada anak-anak, terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.
4.      Kebebasan (Freedom)
Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak, dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
5.      Mempertahankan hidup.
Semua manusia akan cenderung untuk mempertahankan hidup demi keberlangsungan.
Tiap manusia memiliki lima kebutuhan tersebut, namun beragam kekuatannya. manusia adalah makhluk sosial yang memiliku kebutuhan untuk dicintai dan dimiliki, tapi beberapa orang membutuhkan cinta yang lebih besar dibandingkan orang lain. Les Parrott (2003), menyatakan bahwa manusia menginginkan sesuatu yang berbeda, merasakan banyak hal, bagaimana memisahkan dan kenyataan dari kehidupan, dan menegaskan keinginan dengan mengidentifikasi kebutuhan individu yang unik. Menurut Glasser sebelum berusia enam tahun, kita membanguna dua identitas, yakni positif dan negatif.
Fungsi otak manusia merupakan sistem pengendali, yang secara terus menerus memantau perasaan kita untuk menentukan sebaik apa tindakan yang telah kita lakukan dalam kehidupan untuk memuaskan kebutuhan. Setiap kali kita merasa tidak enak atau tidak baik, menandakan bahwa salah satu atau lebih kebutuhan tidak terpuaskan. Walaupun kita tidak sadar akan kebutuhan kita sendiri, kita tahu bahwa kita ingin merasa lebih baik. Dikendalikan oleh rasa sakit tersebut, kita mencoba mencari tahu bagaimana agar diri kita dapat merasa lebih baik. Terapis realita mengajarkan klien choice therapy sehingga klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang frustasi tersebut dan mencoba untuk memuaskan. Jika klien berhasil melakukan hal tersebut, maka klien akan mendapatkan imbalan berupa perasaan-perasaan yang baik.
Kita tidak memuaskan kebutuhan secara langsung. Yang kita lakukan adalah, selama kehidupan dimulai setelah kita lahir dan kemudian terus menerus sepanjang kehidupan, mencoba untuk terus mengetahui apa saja yang kita lakukan yang membuat kita merasa sangat baik. Kita menyimpan pengetahuan ini dalam suatu tempat khusus di otak kita yang disebut dunia kualitas. Dunia kualitas merupakan pusat dari kehidupan kita. Ini merupakan shangrila pribadi kita, yang kita ingin tinggal didalamnya, jika memungkinkan. Dunia ini sepenuhnya, berdasarkan kebutuhan kita, tapi tidak seperti halnya kebutuhan yang bersifat umum, dunia ini sifatnya sangat spesifik. Dunia kualitas kita seperti halnya album foto. Dimana beberapa foto mungkin saja buram, dan terapis akan membantu klien memperjelasnya. Foto-foto tersebut merupakan prioritas bagi kebanyakan atau sebagian besar individu, namun klien dapat saja kesulitan menentukan prioritas-prioritas mereka. Tugas terapis membantu klien menentukan prioritas yang mereka inginkan dan menentukan prioritas mana yang paling penting bagi dirinya.
Orang lain merupakan komponen penting dalam dunia kualitas kita, dan orang-orang tersebut adalah orang-orang yang paling ingin kita mengadakan hubungan. Dunia kualitas terdiri dari orang-orang terdekat dengan kita dan orang-orang yang paling menyenangkan. Klien yang mengikuti terapi umumnya tidak memiliki seorangpun di dalam dunia kualitas mereka atau sering kali, seseorang di dalam dunia kualitas mereka tidak dapat membina hubungan melalui cara-cara yang memuaskan. Agar terapi memungkinkan untuk berhasil, terapis haruslah seseorang yang menurut pertimbangan klien termasuk dalam sosok yang ada dalam dunia kualitas. Memasuki dunia kualitas klien merupakan seni dari terapi. Dari hubungan terapeutik dengan terapis inilah klien akan belajar untuk mendekatkan diri dengan orang-orang yang mereka butuhkan.

C.    PERKEMBANGAN PERILAKU
1.      Struktur kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Dalam proses pembentukan identitas, individu mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan orang lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberikan perhatian kepadanya dan berfikir bahwa dirinya memiliki arti. Jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain. Belajar bagaimana bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai “identitas sukses”.
Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang tersebut telah mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni melakukan sesuatu (doing), berfikir (thingking), merasa (feeling), dan menunjukkan respons fisiologis (physiology) secara bertanggungjawab (responsibility), sesuatu realita (reality), dan benar (right), adapun konsep 3R yaitu:
1)      Tanggungjawab (Responsibility)
Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.
2)      Kenyataan (Reality)
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.
3)      Kebenaran (Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secara umum.
2.      Pribadi sehat dan bermasalah
a.      Pribadi sehat
Seseorang dikatakan memiliki pribadi sehat yaitu ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas ini terkait pada konsep 3R, dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya.
b.      Pribadi bermasalah
Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.

D.    HAKEKAT KONSELING
Terapi realitas melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya. Dengan demikian, konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut cukup efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Jika dirasa perilaku-perilaku yang ditampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka konselor mengarahkan konseli untuk melihat peluang-peluang yang dapat dilakukan dengan merencanakan tindakan yang lebih bertanggungjawab. Prilaku yang bertanggungjawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi, oleh glasser disebut sebagai penerimaan terhadap realita. Dengan demikian, dapat membantu konseli mengatasi tekanan-tekanan dan permasalahan yang dialaminya.

E.     KONDISI PENGUBAHAN
1.      Tujuan
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli mencapai identitas berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.
2.      Sikap, peran dan tugas konselor
Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah. Seorang konselor juga perlu menunjukkan sikap bersahabat, dan antusias. Sikap antusias menggambarkan pandangan konselor yang optimis terhadap konseli dan konselor benar-benar terlibat dan mau melibatkan diri dalam proses konseling. Selain itu konselor penting sekali bersikap genuine dimana konselor harus bersikap jujur dan berterus terang dengan konseli. Konselor berfungsi sebagai seorang guru dalam hubungannya dengan konseli.  Tugas  konselor sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realitas. Konselor dalam terapi realitas melibatkan diri dengan konseli, bersikap direktif dan didaktif, yaitu berperan seperti guru yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu menghadapi kenyataan. 
3.      Sikap, peran dan tugas konseli
Konseli bersikap terbuka terhadap konselor dan bersedia menjalani proses konseling, konseli menceritakan masalahnya kepada konselor dan memfokuskan pada apa yang diinginkannya. Konseli mengevaluasi tingkah lakunya sendiri, membuat dan menyepakati rencana saat konseli memutuskan untuk berubah dari tingkah laku gagal ke tingkah laku yang berhasil.
4.      Situasi hubungan 
Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara konselor dan konseli. Konselor dengan hangat, pengertian, penerimaan, dan kepercayaanya atas kesanggupan konseli untuk mengembangkan suatu identitas berhasil, harus mengkomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi dengan konselor, konseli belajar bahwa lebih banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan perhatian kepada kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Konselor juga menunjukkan perhatiannya dengan menolak penyalahan atau dalih-dalih dari konseli. Konselor cukup menaruh perhatian untuk memandang konseli dari segi akan menjadi apa konseli  jika ia memutuskan untuk hidup dengan menghadapi kenyataan.

F.     MEKANISME PENGUBAHAN
1.      Tahap-tahap konseling
a.      Konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli (Be friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan mempertlihatkan sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia merasa bahwa konselor terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya. 
Seorang konselor perlu menunjukkan sikap bersahabat. Pada tahap awal, umumnya konseli menunjukkan tidak membutuhkan bantuan konselor, terlebih bila konseli tidak datang dengan sukarela. Meskipun konseli menunjukkan ketidaksenangan, marah, atau bersikap yang tidak berkenan, dan sebagainya, konselor harus tetap menunjukkan sikap ramah dan sopan, tetap tenang, dan tidak mengintimidasi konseli.
Selain itu, keterlibatan konselor juga dapat ditunjukkan dengan sikap antusias. Konseli akan merasa bahwa ia benar-benar akan dibantu oleh konselor apabila konselor selalu menunjukkan sikap antusias.
b.      Want
Terapi realitas membantu konseli dalam menemukan keinginan dan harapan mereka. Konselor bertanya, "Apa yang kau inginkan?", konseli dibantu dalam menemukan apa yang mereka inginkan dari proses konseling dan dari dunia di sekitar mereka. Hal ini berguna bagi konseli untuk menemukan apa yang mereka harapkan dan inginkan dari konselor dan dari diri mereka sendiri. Bagian dari konseling terdiri dari menjelajahi atau eksplorasi "picture album" (keinginan), kebutuhan, dan persepsi atau kualitas dunia konseli. Konseli diberi kesempatan untuk mengeksplorasi setiap aspek kehidupan mereka, apa yang mereka inginkan dari keluarga, teman, dan pekerjaan.
c.        Doing
Di awal konseling penting untuk mendiskusikan dengan konseli secara keseluruhan arah dari kehidupan mereka. Eksplorasi ini adalah awal untuk evaluasi berikutnya apakah itu adalah arah yang diinginkan. Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu:konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam pandangan konseling realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.
d.      Evaluation
Respon-respon konselor diantaranya menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakukanya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mngevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihanya tersebut. Kemudian bertanya kepada konseli apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada pilihannya, apakah hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi atau dicapai, bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling. 
e.       Plans
Konseli berkonsentrasi membuat rencana untuk mengubah tingkah laku. Rencana menekankan tindakan yang akan diambil, bukan tingkah laku yang akan dihapuskan. Wubbolding berpendapat bahwa rencana terbaik adalah yang sederhana, dapat dicapai, dapat diukur, langsung, dan konsisten. Rencana juga dikendalikan oleh konseli dan terkadang dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis yang menyebutkan alternatif-alternatif yang dapat dipertanggung jawabkan. Konseli kemudian diminta untuk berkomitmen terhadap rencana tindakan tersebut.
f.       Membuat komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesui dengan jangka waktu yang ditetapkan.
g.      Tidak menerima permintaan maaf atau alasan konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan.
Pada tahap ini, konselor tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi hadapkan konseli pada konsekuensi. Menurut Glasser,  memberikan hukuman akan mengurangi keterlibatan konseli dan meyebabkan ia merasa lebih gagal. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan ia akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Konselor memberikan pemahaman kepada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia bersedia melakukan perbaikan itu. Selain itu, konselor jangan mudah menyerah. Proses konseling yang efektif antara lain ditunjukkan dengan seberapa besar kegigihan konselor untuk membantu konseli. Ada kalanya konseli mengharapkan konselor menyerah dengan bersikap pasif, tidak kooperatif, marah, atau apatis, namun pada tahap inilah konselor dapat menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu konseli mengatasi permasalahannya. Kegigihan konselor dapat memotivasi konseli untuk bersama-sama memecahkan masalah. 
h.      Tindak lanjut
Tindak lanjut merupakan tahap terakhir dalam proses konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang telah dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai. 
2.      Teknik-teknik konseling
Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas keberhasilan, konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a.       Terlibat dalam permainan peran dengan konseli
b.      Menggunakan humor
c.       Mengkonfrontasikan konseli
d.      Menawarkan umpan balik
e.       Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
f.       Membuat kontrak

G.    HASIL-HASIL PENELITIAN
1.      William Glasser
Prinsip-prinsip dan prosedur terapi realitas berhasil diterapkan pada sekolah, lembaga-lembaga pemelihara pemuda kecanduan obat, dan pusat rehabilitasi.
2.      Wubbolding & Brickell
Terapi Realitas telah berhasil digunakan dalam pengobatan kecanduan dan program pemulihan selama lebih dari 30 tahun.

H.    KELEMAHAN DAN KELEBIHAN KONSELING REALITY
1.      Kelemahan
a.       Terapi realitas terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang mengabaikan konsep lain, seperti alam bawah sadar dan riwayat pribadi.
b.      Terapi realitas bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor dan konseli.
c.       Terapi realitas bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan dalam membantu konseli yang dengan alasan apapun, tidak dapat mgekspresikan kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka dengan cukup baik.
2.      Kelebihan
a.       Terapi realitas ini fleksibel dapat diterapkan dalam konseling individu dan kelompok.
b.      Terapi realitas tepat diterapkan dalam perawatan penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, dan penyimpangan kepribadian.
c.       Terapi realitas meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam diri individu, tanpa menyalahkan atau mengkritik seluruh kepribadiannya.





DAFTAR PUSTAKA
Gerald Corey. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Eighth Edition. USA: Thomson Brooks.

Parrott III, Les. 2003. Counseling and Psychotherapy, Second Edition. USA: Thomson Learning, Inc.

Richard Nelson –Jones. 2006. Theory and Practice of Counselling and Therapy, Fourth Edition. USA: Sage Publication,Inc.