Rabu, 07 September 2016

aku tidak menyerah, hanya saja kaki kecilku ingin beristirahan sejenak

Aku menulis untuk menasehati dirku sendiri, atau mungkin aku sedang membujuk diriku sendiri yang diam-diam kesal pada keakuanku. 

Belajar tidak hanya mengenai proses, belajar juga berarti bersedia bersabar pada setiap ketidakmapuan. 

Kata ini menjadi penenang ketika harus tersandung oleh kerikil kecil yang menusuk dan menghambat jalan. Namun bukan berarti itu menjadi alasan untuk berhenti dan patah. Ya tentu saja bagi orang-orang yang telah dewasa ini menjadi mudah, tapi tidak mudah bagi anak kecil yang berpura-pura menjadi dewasa. Mereka telah berteriak mendukung untuk terus maju, menjadi tutor dan mengajak untuk berlari bahkan menjadi harapan dan kepercayaan.

 Lalu mengapa aku masih berdiri disini?, di persimpangan hatiku, setiap riak fikiranku aku mengerti posisi mereka yang mengiginkanku maju, aku mengerti bahwa semua menginkan yang terbaik bagiku, agar aku tak tertinggal jauh, agar aku berlari, agar aku terus memperpendek jarak yang telah kubuat diantara mereka. 

Sesungguhnya aku ingin berlari, aku ingin, sangat ingin. Tapi kakiku sakit, ada kerikil tajam yang harus kukeluarkan dulu dari telapak kakiku. Aku mencoba berlari tapi dalam perjalanan aku kesakitan, semakin sakit dan jatuh. Yaaa aku terjatuh, aku tersungkur ditengah perjalanan, bukan karena aku menyerah tapi aku hanya tak kuat lagi untuk berlari. 

Seolah riak-riak dukungan menjadi himpitan bagiku. Aku mengerti mereka tak menghimpitku, aku saja yang sedang kesakitan dan tak mampu berdiri. Lalu kubungkus bebanku dalam diam dan mulai berlari lagi dan lagi. Tapi ternyata semakin aku mencoba kerikilnya semakin menyakitiku. Lalu kuputuskan untuk diam, kuputuskan untuk berhenti dan menerima kalau aku harus berhenti disini. Lalu biarlah jarak membentangkan aku dan kalian. 

Entah aku mencoba membuat apologi tentang ketidakmampuanku, tapi apa yang harus kulakukan,kakiku tak cukup kuat sekarang.  Mungkin sesekali kita harus berhenti sejenak, melepaskan kerikil yang mengganjal, membiarkan kesakitan menjadi teman, diam dan tak harus melawan kesakitan. Sesekali kesakitan menginginkan kita beristirahat, melemah sampai saatnya dia pergi dan membiarkan kita kembali berlari dan berjuang. 

Maafkan aku, DIRIKU… keakuanku telah memaksamu terlalu jauh, maka kubiarkan engkau menangis sesukamu, kamu berhak beristirahat dan terlelap. Kamu tak harus selalu berjuang untuk keakuanku. Maka biarkan malam ini kita bersandar di Gua dan menidurkan ambisi yang melelahkanmu dan membuatku lupa dengan keadaanmu. Mari kita bersantai meminum segelas anggur yang memabukkan. Hingga kita terlelap. Lalu biarkan matahari pagi membangunkan kita lalu berjuang kembali. Biarkan mereka pergi, tak apa jika kita tertinggal,setidaknya kita telah beristirahan dan menumbuhkan benih-benih mimpi yang ingin di perjuangkan esok pagi.. 

Maka apakah kau setuju denganku, maafkan keakuanku dan marilah berdamai dengan dirku, kesalahanku dan ketidakmampuanku hari ini. Aku berjanji besok kita akan jauh lebih kuat. BUkankah hidup tak selalu berada di puncak?? Bukankah hari ini telah mengajarkan kita tentang cerita gelas kosong? Buknkah hari ini mengajarkan kita untuk banyak menunduk dan jauh lebih sadar bahwa diatas langit masih ada langit??. Diriku, genggamlah tanganku dan dan mari berterimakasih  pada setiap kegagalan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar