Sabtu, 19 Juli 2014

Berdamai dengan Hati



Selamat Sore, Semoga pada sore hari ini kita semua senantiasa diberkahi kedamaian jiwa dan kebahagiaan oleh Tuhan yang maha membolak-balikkan hati manusia. Amin

Sejak dulu aku sering bercerita kepada seorang sahabat, setiap masalah yang kualami selalu kuceritakan, baik kemarahan dengan teman lain, masalah hubungan. Kami berbagi cerita tentang apapun masalah hidp yang menimpa kami untuk saling belajar dan mendengarkan satu sama lain, dan terkadang kami sampai pada suatu kesimpulan yaitu mari berdamai dengan hati dan memaafkan diri kita sendiri.

Saya kira kata itu cukup bijak bagi kami dan tentunya cukup mendamaikan untuk menghadapi masalah dan menyelesaikan masalah itu. Namun seperti biasa pada usia 20-an seperti aku banyaknya masalah terkadang membuat aku bertanya apakah berdamai dengan hati itu cukup ?? apakah dengan memaaafkan diri sendiri ini sudah cukup?? Sedangkan aku menginiginkan sesuatu yang tidak cukup dengan berdamai dengan diri atau bahkan memaafkan diri sendiri???,, Jika itu menyangkut masalah hubungan, bagaimana mungkin aku menyelesaikannya dengan berdamai dengan diriku sedangkan konflik itu muncul disebabkan karena aku dan pasanganku terjadi ketidak cocokan. Aku merasa bukan seharusnya aku yang berdamai dengan diriku sendiri tapi aku dan dia yang harus berdamai dahulu., dia harus berubah pada hal yang sesugguhnya tidak kusukai, dan begitu pula sebaliknya.

Pada saat terjadi konflik baik itu dengan sahabat, teman, saudara bahkan pasangan/pacar/(sejenisnya, etc ) kita merasa kita harus saling memperbaiki diri, kita harus saling berubah demi kebahagiaan teman kita, sahabat kita, keluarga kita ataupun kebahagiaan pasangan kita. Tapi masalahnya adalah defenisi memperbaiki diri apa yang kita inginkan, apakah dengan merubah diri mereka seperti keinginan kita?? Aku yakin bahwa itu yang kita maksud.  Maka ketika seseorang berperilaku tidak sesuai dengan yang kita inginkan kita akan marah dan merasa kecewa dan mengatakan bahwa mereka belum berubah.

Jika kekecewaan ini pada kondisi kita sedikit lebih sadar dan bisa sedikit mengelola amarah maka kita akan meminta orang yang berkonflik dengan kita untuk saling memperbaiki diri. Namun jika amarah itu tidak terkelola dengan baik maka kita akan terjadi pertikaian, pengrusakan hubungan, putus, saling mencaci dan semua hal yang menyangkut bagaimana kita bisa menyakiti orang lain, apakah itu teman, sahabat atau pasangan kita, setidaknya mereka bisa merasakan sakit seperti yang kita rasakan, agar mereka merasa kapok dan tidak ingin melakukannya lagi.

Tapi tahukah bahwa ketika perasaan marah dan ingin menyakiti orang lain itu terus kita lakukan , tanpa sadar kita akan lupa arti dari kebaikan itu sendiri, kita lupa arti dari menyayangi dan belas kasih itu seperti apa, yang ada hanyalah amarah, menyakiti, dan kalian tahu bahwa marah ataupun menyakiti orang lain itu bagai meminum air laut. Semakin kamu meminumnya semakin itu pula engkau akan kehausan. Semakin kamu mengikuti amarahmu dan menyakiti orang lain maka semakin kamu takan akan pernah puas untuk terus melakukkannya. Kita telah ketuahui bersama bahwa keduanya merupakan nafsu, dan bukan merupakan kebaikan yang Tuhan inginkan dari kita sebagai manusia.

Aku belajar dari keburukan yang telah keperbuat, ketika marah dan keinginan menyakiti itu muncul. Sekali aku menyakiti dan memarahi orang lain maka aku semakin tidak puas dan terus ingin marah dan menyakiti orang lain, berkata kasar dan banyak hal. Sampai pada suatu waktu yang hening aku mulai mencari apa yang telah aku lakukan dalam keadaan marah,, aku membuka pesan-pesanku, aku membuka chat ku dan yang kudapati adalah aku tidak percaya bagaimana mungkin aku melakukan ini. Dan pada saat aku tersadar aku menyesali perbuatanku, menghujat diriku sendiri dan berandai-andai bahwa ketika aku tidak marah mungkin tidak akan terjadi seperti ini dan seperti itu.  Aku mencari cara bagaimana menyelesaikan ini dan itu secara cepat, berjuang, memotivasi diri dan mengerahkan seluruh tenaga untuk menyelesaikaannya. Tapi ternyata semakin aku berjuang, semakin aku memotivasi diri semakin aku tidak sabar dan semakin aku mencari cara ini itu untuk menyelesaikannya dan saat itu pula aku merasa tersiksa. Merasa tersiksa karena kerja hidup dan perubahan sikap dari orang yang kusakiti begitu lambat, sedangkan aku ingin secepatnya melihat perubahan itu dan akhirnya aku tersadar bahwa aku telah memenjarakan diriku sendiri. 

Karena sesungguhnya begitulah kita, kita selalu menginginkan cepat. Kita akan mendongkol ketika internetan dengan jaringan yang lemot, kita mengeluh ketika memesan makanan dan begitu lama disiapkan, kita marah ketika seseorang telat, kita begitu kesal ketika pekerjaan teman begitu lambat bahkan mungkin kita merasa tuhan tidak menyayangi kita ketika doa kita lambat di kabulkan. Sehingga sulit bagi batin kita untuk slow down, selalu ingin cepat.

Pada suatu saat, aku membaca buku, dan disanalah aku belajar tentang memperlambat kerja batin. Maka aku mencoba memperlambat kerja batinku, maksudku adalah aku mulai belajar bahwa aku tid ak bisa mengendalikan semua hal yang terjadi dalam hidupku. Bahwa terkadang kita hanya bisa terdiam, menerima bahwa masalah yang terjadi dalam hidup kita, ketidakcocokan, konflik yang terjadi hanya bisa kita rasakan dan kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Kerja batin yang lebih lambat disini adalah kita belajar menerima apapun yang terjadi, tidak merencanakan apapun namun melakukan kebaikan yang bisa kita perbuat, memberikan kasih tanpa harus bertanya mengapa itu terjadi, mengapa ini terjadi dan mengapa semua terjadi pada diri kita????.... 

Semakin aku belajar menerima bahwa aku tidak bisa melakukan apa-apa bahwa aku tidak bisa mengendalikan apapun yang ada disekitarku, aku semakin bisa menemukan kedamaian dan kualitas kasih kita semakin meningkat, kedamaian yang kumaksud disini adalah aku tidak lagi mengharap bagaimana seharusnya orang lain berperilaku kepadaku,, apapun itu baik, atau buruk semuanya kuterima, dan tidak berpengaruh secara negatif kepadaku. 

Dalam fase seperti ini aku menemukan bahwa konflik apapun yang terjadi dalam setiap hubungan baik itu persaudaraan, pertemanaan percintaan dan persahabatan karena masing masing pihak ingin mempertahankan apa yang mereka inginkan dan menolak apapun dari orang lain,, ketika masing-masing bisa saling menerima apapun itu,, baik atau buruk sesuai atau tidak sesuai maka kamu akan menemukan hubungan yang saling mendamaikan. Karena sesungguhnya kita tidak bisa lepas dari hubungan, kita lahir dari sebuah hubungan dan kita hidup dari banyak macam hubungan. Baru kemudian aku baru menyadari bahwa berdamai dengan hati adalah begaimana menerima diri kita, bahwa kita tidak bisa melakukan apapun,  kita tidak bisa mengendalikan apapun yang terjadi dalam hidup ini dan kita tidak bisa mengatur orang lain sebagaimana yang kita inginkan. 

Ketika aku menyadari esensi berdamai ini, aku merasakan bagaimana cinta tanpa syarat itu, bagaimana aku bisa begitu tenang ketika aku mengetahui ada orang lain yang membicarakan kejelekanku, atau ketika aku mendapati kata-kata kasar yang kuterima, aku hanya tersenyum dan tidak melakukan apa-apa dan semuanya begitu saja, tidak ada rasa sakit, tidak ada niat membalas,, tidak ada begitu kosong dan begitu damai,, aku menikmati momen saat ini.  Mungkin ini yang dimaksud dengan kekuatan dari sebuah kedamaian hati, seseorang yang mampu berdamai dengan diri,, sampai sekarang pun aku masih dalam proses ini,, aku masih belajar dan masih melakukan observasi pada diriku sendiri.. 

Yang bisa kita lakukan hanyalah kita adalah manusia yang berusaha untuk senantiasa berperilaku baik, memberikan kebaikan pada setiap orang, memberikan kasih sayang pada setiap orang.
Kita hanya bisa menyadari dan menerima kita adalah manusia yang tidak lepas dari keburukan tapi setidaknya dalam kehidupan, kita senantiasa menanam kebaikan dan tidak pula kita menghilangkan keburukan tapi terus menanam kebaikan dan dengan proses keburukan itu lenyap karena keindahan kebaikan yang kita lakukan. Seperti pada tulisan yang aku posting sebelumnya bahwa segala kebaikan ataupun keburukan tidak bisa kita hilangkan, tapi bagaimana kita menyelami keburukan itu dan mendapatkan suatu kebaikan dan kedamaian dalam hidup..

Aku mengingat salah satu ungkapan seorang sahabat dan kusesuaikan dengan kata yang pas untukku, bahwa aku menulis bukan karena aku sempurna, atau karena aku menguasainya. Aku menulis karena aku berbicara pada diriku sendiri dan berupaya untuk menegur diriku sendiri. Semoga bermanfaat pula bagi orang lain.
Semoga kita semua mendapatkan rahmat dan hidayah dari Allah di bulanRamadhan ini,, dan semoga kita senantiasa diberikan cahaya kebaikan dalam hati kita..
Amin Ya Rabbal Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar