PERSON CENTERED THERAPY
A.
Nama Pendekatan
Salah
satu teknik yang dibahas kali ini adalah Person
centered therapy atau konseling berpusat pada pribadi dikembangkan oleh
Carl Rogers melalui pandangan humanistik dan eksistensial. Teori ini mengalami
4 kali perubahan nama yang dimulai dari Non-Directive
Counseling, kemudian menjadi Client
Center Therapy dan akhirnya menjadi Person
Centered Therapy. Adapun Sejarah perkembangan, pandangan dan proses terapi
yaitu sebagai berikut :
B.
Sejarah Perkembangan
Carl Ransom
Rogers, lahir di pinggiran kota Chichago
pada tanggal 8 januari 1902. Rogers tumbuh dalam hubungan keluarga yang erat,
pragmatis, berdedikasi tinggi dalam memegang prinsip-prinsip nasrani dengan
standar keagamaan yang keras dan menjunjung tinggi kebajikan dan kerja keras
Kirschenbaum, 1979 (Parrot, 2003). Kondisi keluarga yang sangat taat dan
pandangan yang keras maka Rogers bertumbuh menjadi seorang dengan karakteristik
introvert, dia seorang yang cepat dewasa dibandingkan anak seusianya dan terus
belajar demi kepentingan sosialnya, (Parrot, 2003), (Corey, 2009). Kehidupan
ekonomi keluarga Roger sangat baik, ayah
Roger merupakan seorang kontraktor dan seorang insinyur sipil, sehingga membuat
Rogers banyak mengeksplorasi ilmu dibidang sains, agrikutura, dan peternakan. Keakraban Rogers dalam metode-metode ilmiah di
usia 14 tahun membuat dia terus mengembangkan kemampuannya dalam metode ilmiah.
Rogers menyelesaikan studinya di University of Wisconsin dan seorang mahasiswa
terbaik di bidang agrikultura, perasaan tidak nyaman dibidang agricultura
akhinya Rogers berfokus mempelajari sejarah, kemudian berpindah dibidang religi
dan akhinya berfokus pada bidang psikologi klinis. Rogers bekerja dan
menyelesaikan studi master dan doktornya
pada bidang psikologi di University of Wisconsin pada tahun 1931,
(Parrot,2003),(Seligman,2006).
Bagian kehidupan
Rogers dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hubungan sosial dan berbagi
pengalaman tentang perasaannya, ketika bergabung dalam camp berkunjung ke
China, Peking dalam konfrensi federasi mahasiswa kristen di seluruh dunia dan menikah
dengan Hellen Elliot. Kedua pengalaman Rogers berupa konfrensi dan pernikahan
yang mengkasilkan 2 anak. Rogers (Parrot, 2003).
Bagian karir
Rogers mencerminkan bagaimana keterkaitan teori konseling dan psikoterapi ketika
Rogers menolak permintaan ayahnya dan memilih mengikuti Union Theological Seminary di New York, 2 tahun di Union kemudian
di melanjutkan pendidikan di Columbia University Theacher College dan bekerja
di klinik dan psikologi pendidikan tahun 1931. Setelah 12 tahun menetap di
Columbia, Rogers kemudian membenamkan dirinya dalam praktik klinik bersama
masyarakat dalam pencegahan kekejaman anak di Rochester dan menerbitkan buku
pertamanya berjudul Clinical Treatment of
The Problem Child (1939). Rogers mempromosikan idenya tentang pusat
pembelajaran seseorang di La Jolla, California dan terus mengembangkan teorinya
yaitu Person Centered Therapy pada
tekanan antar ras/suku, mengurangi konflik antar saudara, memajukan perdamaian
dunia dan keadilan sosial yang kemudian membawa Rogers sebagai nominasi
penerima nobel perdamaian.
Menurut Chain
(Seligman,2006) pengejawantahan teori Rogers dilihat dari sikapnya yang penuh
perhatian, hati-hati, dan merupakan pendengar yang sensitif dimana kebiasaannya
bekerja keras, disiplin diri yang tinggi, organisasi dan konsentrasi terhadap
pengalaman hidup serta kekuatan yang bersal dari optimisme, aktualisasi diri,
dan kemampuan untuk terbuka pada segala pengalaman hidup disetiap momen. Person Center Therapy didasarkan pada
konsep psikologi humanistik dimana asusumsi dasanya adalah setiap manusia dapat
dipercaya, bahwa manusia memiliki potensi untuk memahami diri mereka sendiri
dan memecahkan masalah mereka sendiri tanpa adanya intervensi dari terapis, dan
mereka mampu menumbuhkan pengarahan diri mereka sendiri tanpa jika dilibatkan
dalam hubungan terapeutik tertentu, (Corey, 2009). Perkembang Person Centered Terapi dibagi dalam 4
periode perkembangan yaitu pada tahun 1940an yang dikenal dengan non-directive counseling atau konseling
tidak lansung dimana konseling ini merupakan penentangan terhadap konseling
psikoanalisis langsung yang bersifat tradisional. yang menentang adanya
validitas dari prosedur terapi, seperti saran, nasehat, pengajaran, persuasi,
diagnosis dan interpretasi, diagnosis dan interpretasi tidak akurat daring kali
merugikan konseli. Konseling nondirective
menghindari adanya sharing tentang diri mereka meskipun sangat terfokus pada
perefleksian perasaan klien dengan tujuan menyelami perasaan klien,dimana pendekatan ini hanya ampuh jika
diterapkan pada anak-anak. (Corey, 2009).
Non-Directive
dianggap tidak mewakili teori Rogers maka perkembangan periode kedua yaitu
tahun 1951 dimana Rogers mengubah nama pendekatannya menjadi Client-Centered Therapy (pemusatan
terapi pada diri klien) yang penekanannya pada fiksasi perasaan klien dan
kemudian difokuskan dalam kenomenologi dunia konseli. Perkembangan periode
ketiga yaitu pada tahun 1957 sampai dengan 1970an yang mengubah nama
pendekatannya menjadi person-centered
therapy yang menekankan pada
pentingnya dan cukupnya persyaratan untuk memulai suatu terapi. Rogers memiliki
pandangan bahwa hubungan terapis dan klien merupakan katalisator untuk membawa
pada perbaikan dan pengembangan. Perkembangan periode keempat yaitu pada tahun
1980an sampai dengan tahun 1990an, pengembangan pada kecendrungan terapi
dibidang pendidikan, industri, kelompok, resolusi konflik dan penelitian demi
perdamaian dunia (Corey, 2009).
C.
Hakikat Manusia
Rogers
memandang manusia sebagai sebagai sesuatu hal yang positif dan optismistik,
Manusia merupakan mahluk yang dapat dipercaya, bertumbuh dan memahami diri
sendiri, mengarahkan diri sendiri dan mampu membuat perubahan yang konstruktif
untuk menjalani hidup mereka secara produktif dan efesien (Corey, 2009).
Menurut George & Cristiani (1981) manusia mampu negontrol diri mereka dalam
empat area dasar yaitu :
a. Kepercayaan
dalam martabat diri dan nilai yang terdapat pada setiap diri individu bahwa
semua orang seharusnya memiliki hak untuk berpendapat dan memberikan gagasan
mereka, serta seharusnya dapat mengontrol nasib mereka sendiri dimana setiap
manusia memiliki kekebasan mengejar keinginan dan ketertarikannya kepada
sesuatu dengan aturan bahwa hal tersebut tidak meginjak-injak hak asasi orang
lain.
b. Pandangan
tentang perilaku manusia bahwa perilaku individu adalah perilaku untuk
beradaptasi terhadap suatu situasi selalu diikuti oleh persepsi mereka tentang
diri mereka sendiri dan tentang suatu situasi. Sehingga Self-consept individu
menjadi aspek yang penting terhadap persepsi individu terhadap dirinya, self merupakan pusat dari pengalaman
individu dengan lingkungannya, persepsi individu dari interaksi antara
perubahan lingkungan sebagai bagian dari perubahan diri individu.
c. Kecenderungan
manusia kearah aktualisasi atau “actualizing
tendency” merupakan kecenderungan
inheren seseorang untuk bergerak suatu
arah dapat digambarkan secara kasar sebagai pertumbuhan, kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri, dan otonomi. Rogers meyebutkan kecendrungan arah seseorang
disebut juga kecenderungan aktualisasi yang didefenisiskan sebagai kecendrungan
seseorang untuk mengembangkan kemampuannya dengan cara mempertahankan atau
meningkatkan suatu organisme.
d.
Setiap
individu memiliki kemampuan untuk mengaktualisasian diri mereka dan arah
kecendrungan mereka. Pandangan bahwa manusia
pada dasarnya baik dan dapat dipercaya, reliable, konstruktif atau baik walaupun
manusia kadangkala berperilaku
tidak dapat dipercaya, menipu, membenci dan
dan kejam tetapi hal
tersebut merupakan karakteristik yang tidak favorable yang timbul akibat
pembelan diri individu sehingga mengasingkan
sifat dasar mereka.
D.
Perkembangan perilaku
1.
Struktur Kepribadian
Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi
perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan perhatian
terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting daripada karakteristik
kepribadian itu sendiri. Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsur yang
sangat esensial dalam hubungannnya dengan kepribadian, yaitu self, medan fenomenal, dan organisme.
a.
Organisme
Organisme
merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku,
dan keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar,
yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri. Pada masa bayi
setiap organisme diberkahi
dengan kecenderungan
inheren menuju aktualisasi
organismenya. Perilaku Bayi diarahkan untuk
memuaskan kebutuhan aktualisasi
seperti pemenuhan empati, positif regard, genuine, understanding,
congruence. Pemenuhan kebutuhan tersebut mengarahkan seseorang mencapai
mature atau kematangan berupa psychological
adjustment. Sebaliknya ketika kebutuhan dasar seseorang akan aktualisasi
tidak terpenuhi maka seseorang akan mengalami treat berupa denial, defence,
dan distortion, anxiety, fuliability. Sehingga tujuan konseling person
centered yaitu menjadi katalisator bagi konseli dalam mengembangkan dirinya.
b.
Phenomenological Field
Medan
fenomenal (fenomenological field) merupakan keseluruhan
pengalaman seseorang yang diterimanya
baik yang disadari. Pengalaman yang meliputi peristiwa-peristiwa yang diperoleh
dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukan individu. Pengalaman ada
yang bersifat internal yaitu presepsi mengenai dirinya sendiri dan pengalaman
yang bersifat external yaitu presepsi mengenai dunia luarnya.
c.
Self
Self adalah
interaksi antara organisme atau individu dengan phenomenal field. Self merupakan
presepsi dan nilai-nilai individu tentang dirinya atau hal-hal lain yang
berhubungan dengan dirinya. Self merupakan
suatu konsepsi yang merupakan presepsi mengenai dirinya dan presepsi hubungan
dirinya dengan orang lain dengan segala aspek kehidupannya. Kesadaran tentang self akan membantu seseorang membedakan
dirinya dengan orang lain. Dalam hal ini untuk menemukan self yang sehat ( the real
self) individu memerlukan penghargaan, kehangatan, perhatian dan penerimaan
tanpa syarat. Self meliputi dua hal,
yaitu self riil (real self) dan self ideal
(ideal self). Real self merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata,
dan ideal self merupakan apa yang
menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi tentang dirinya. Seseorang yang
akan merasa berharga jika bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki orang
lain maka yang akan terbentuk ideal self.
Dalam pandangan ini, masalah akn muncul karena adanya ketidak sesuaian antara ideal self dengan real self .
2.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
Sejak kecil
anak-anak tetap membutuhkan penerimaan dan pandangan yang positif dari
lingkungan sekitarnya, ketika anak mendapatkan penerimaan maka, seorang anak
mulai mendefenisikan diri mereka sesuai dengan pengalaman hidupnya dibandingkan
dengan tekanan tentang bagaimana orang lain memandang atau penghormatan mereka
terhadap dirinya, kondisi tersebut akan membentuk kesesuaian antara apa yang
seseorang inginkan dengan apa yang terjadi, apa yang diharapkan dalam diri dan
apa yang terjadi, kondisi seperti ini membentuk individu dengan pribadi yang
sehat. Menurut Rogers selain nilai yang dipelajari dalam keluarga, sekolah,
gereja biasanya terjadi ketidaksesuaian antara pengalaman individu dan kesemua
pengalaman, perasaan, gagasan, perilaku tidak terjadi kesesuainan dengan
harapan individu terhadap dirinya sehingga perilaku salah suai atau perilaku
tidak sehat merupakan hasil dari ketika seseorang lebih berorientasi ekternal
dibandingkan dengan orientasi internalnya yang kemudian digambarkan sebagai
berikut.
|
||||
|
||||
E.
Hakikat Kenseling
Secara umum
hakikat konseling pada person centered
therapy yaitu memecahkan masalah klien dengan memberikan fungsi secara
penuh kepada diri klien untuk menyadari dirinya dan mengarahkan diri sendiri
untuk perubahan dirinya dalam tindakan dan tingkah laku, karena person-centered memandang manusia secara
positif dan optimistic maka klien memiliki kapasitas untuk menjauh dari
kesalahan dan dan pengaturan diri dalam kesahatan psikologisnya. Sehingga,
person center menolak peran terapis sebagai penguasa dalam proses konseling
dimana konseli bersifat pasif dan menerima arahan (Corey, 2009).
Terapi person center memfokuskan pada sisi
konstruktif asal manusia sehingga penekanannya adalah bagaimana mereka mampu
mengatasi segala kesulitan yang menghalangi pertumbuhan mereka. Para praktisi person centered medorong pribadi konseli
membuat perubahan dan membawa mereka pada hakikat kehidupan, dengan menyadari
bahwa usaha tersebut merupakan usaha yang berkelanjutan, dimana manusia tidak
dalam kondisi statis tetapi terus berevolusi dalam proses pengaktualisasian
diri.
F.
Kondisi Pengubahan
1.
Tujuan
Tujuan utama
dari terapi ini adalah memberikan suasana yang kondusif untuk membantu klien
agar dapat membantu individu menjadi berguna dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya, proses terapi diharapkan mampu memberikan rasa aman bagi klien
sehingga klien mampu menyadari bahwa ada banyak kemungkinan bagi dirinya untuk
berubah kearah yang lebih baik (Corey, 2009). Menurut Seligman (2006) dalam
proses terapi, seorang terapis bertujuan untuk memfasilitasi klien untuk
memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri
mereka sekarang, lebih jujur terhadap diri mereka sendiri,
mengekspresikan secara penuh emosi dan pengalamannya, dan memperkenalkan
tentang kesadaran diri klien, pemberdayaan diri, optimism, harga diri, tanggung
jawab, congruensi, dan otonomi yang membatu diri klien untuk membangun lokus
control internal mereka menjadi lebih sadar terhadap kenyataan dan menggunakan
potensinya menjadi lebih baik, mengembangkan kemampuannya untuk mengatur
kehidupannya dan penyelesainan terhadap masalahnya sendiri dan lebih
mengaktualisasikan dirinya.
2.
Sikap,
peran, dan tugas Konselor
Pada
dasarnya terapis menggunakan dirinya sebagai alat/instrument untuk perubahan.
Sikap dan keyakinan terapis pada kekuatan diri klien lah yang menciptakan
kondisi terapeutik untuk pertumbuhan. Person
centered meyakini bahwa fungsi konselor dalam terapis adalah menyempaikan
dan menerima klien untuk memfokus pada pengalaman mereka secara langsung.
Kewajiban terapis adalah mereka harus bersedia jujur dan tampil apa adanya
ketika berhubungan dengan klien, terapis harus bersikap berempati, dan menjadi
katalisator/fasilitator dalam proses pengubahan.
3.
Sikap,
peran, dan tugas Konseli
Person-centered therapy
memandang bahwa perubahan terapeutik
bergantung pada persepsi konseli, baik tentang pengalamannya dalam konseling
maupun tentang sikap dasar konselor. Konseli berpeluang untuk mengeksplorasi
berbagai macam perasaannya yang dirahasiakan ketika permulaan konseling jika
konselor mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi eksplorasi diri konseli. Dalam
person-centered therapy konseli harus
dengan segera belajar bahwa ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bahwa
ia bisa belajar untuk memperoleh pemahaman diri melalui hubungan konseling. Unconditional positive regard bisa
mendorong konseli secara perlahan untuk membuka tabir pemahamannya dan sampai
pada pemahaman apa yang terdapat di baliknya. Konseli cenderung menjadi lebih
matang secara psikologis dengan meningkatnya kebebasan.
4.
Situasi Hubungan
Menurut Rogers
(1967), terdapat enam kondisi yang diperlukan untuk pengubahan kepribadian
yaitu dua orang berada dalam hubungan psikologis, kedua orang pertama, yang
disebut konseli ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan cemas, ketiga orang
kedua, yang disebut sebagai konselor ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi
dalam hubungan konseling, keempat konselor memiliki unconditional positive regard kepada konseli, kelima konselor
merasa emapti terhadap kerangka acuan internal konseli dan berusaha
mengomunikasikan perasaannya tersebut kepada konseli dan terakhir komunikasi
pengungkapan rasa empatik dan unconditional
positive regard dari konselor kepada konseli harus dapat dicapai. Sikap
pribadi konselor yang mampu mewujudkan konseling yang baik, yaitu congruence or genuineness, unconditional positive regard, dan
pemahaman empatik yang akurat dari rogers hubungan terapis dan klien
dikakteristikkan dengan equity. Proses perubahan pada klien bergantung pada
kadar kulitas hubungan yang setara.
G.
Mekanisme Pengubahan
1. Tahap-tahap konseling
Person-centerd therapy terdiri dari empat
tahap, yaitu penciptaan hubungan baik,
pembebasan ungkapan, tercapainya insight,
dan pengakhiran. Rogers menggambarkan 12 langkah dalam person-centerd therapy. Ia menekankan
bahwa langkah ini tidak benar-benar terpisah berupa :
1.
Konseli datang untuk
meminta bantuan.
2.
Situasi bantuan
biasanya didefinisikan sebagai kesempatan bagi pertumbuhan diri.
3.
Konselor mendorong
ekspresi bebas mengenai perasaan yang berhubungan dengan masalah.
4.
Konselor menerima,
mengakui, dan menjelaskan perasaan-perasaan negatif.
5.
Ketika konseli telah
cukup menyatakan perasaan negatifnya, mereka diikuti oleh ekspresi samar dan
tentatif dari impuls positif yang membuat perkembangan dirinya.
6.
Konselor menerima dan
mengakui perasaan positif yang dinyatakan dalam cara yang sama di mana ia telah
menerima dan mengakui perasaan negatif yang memberikan konseli kesempatan untuk
pertama kali dalam hidupnya untuk memahami dirinya.
7.
Wawasan ini, yaitu
tentang pemahaman tentang diri dan penerimaan diri menyediakan dasar di mana
individu dapat melanjutkan ke tingkat integrasi yang baru.
8.
Bercampur dengan proses
wawasan adalah proses klarifikasi yang mungkin merupakan keputusan.
9.
Kemudian muncul
inisiasi, tetapi sangat signifikan lebih kepada tindakan positif.
10.
Ada wawasan lebih
lanjut.
11.
Ada tindakan positif
yang semakin terintegrasi pada diri konseli dan lebih percaya diri.
12.
Ada perasaan
berkurangnya akan kebutuhan bantuan dan konseli mengaku bahwa hubungan
konseling harus berakhir.
2.
Teknik-teknik konseling
Person centered therapy
tidak memiliki teknik yang spesifik. Sikap-sikap dasar konselor dan kepercayaan
antara konselor dan konseli-lah yang berperan penting dalam proses konseling.
Pada umumnya konseling ini menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan
aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan
“hadir” bagi konseli. Selain itu, tiga sikap dasar konselor, yaitu :
1.
Congruence
or genuine
Congruence or genuine yang
dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak
palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. Congruence berarti
bahwa konselor menampilkan diri apa adanya, asli, terintegrasi dan otentik.
Seorang konselor harus dapat menampilkan kekongruenan antara perasaan dan
pikiran yang ada dalam dirinya dengan perasaan, pandangan dan tingkah laku yang
diekspresikan (outer). Konselor yang otentik menampilkan diri yang spontan dan
terbuka baik perasaan dan sikap yang ada dalam dirinya serta dapat
berkomunikasi secara jujur dengan konseli.
2. Unconditional positive
regard and acceptance
Agar
proses terapi berhasil maka perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh
evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli
sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan
penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung
perubahan pada konseli. Penerimaan berarti
pengakuan terhadap hak klien untuk memiliki perasaan-perasaan, bukan
persetujuan atas semua tingkah laku. Segenap tingkah laku yang tampak tidak
perlu disetujui atau diterima.
3.
Accurate empathic understanding
Sikap ini
merupakan sikap dimana konselor benar-benar dituntut untuk menggunakan
kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman
subjektif konseli. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia
pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh
konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka
perubahan yang konstruktif akan terjadi (Corey, 2009). Empati dipandang sebagai
sebuah penerimaan terhadap diri klien secara penuh dari pengalaman internal
klien. Rogers menekankan bahwa konselor harus membangun pemahaman yang mendalam
dan akurat tentang kerangka internal diri klien, dimana konselor memberikan
tempat yang penting kepada klien. (George & Cristiani, 1981)
H.
Hasil
– hasil penelitian
Salah satu penelitian tentang person centered
therapy dilakukan oleh Natalie Rogers yaitu dengan menggunakan seni sebagai
media untuk memfasilitasi konseli dalam mengekplorasi pengalaman-pengalamannya.
berupaya mengembangkan pendekatan ini dengan menggunakan metode non-verbal
karena tidak semua konseli dapat mengekspresikan pengalamnnya secara verbal. Kemudian
Jeanne Watson (2002) tentang empati seorang konselor bekerja pada ranah
kognitif, afektif dan interpersonal, maka hal itu menjadi alat konseling yang
paling kuat pengaruhnya terhadap perubahan konseli. Penelitian lain juga
dilakukan yaitu tentang efektivitas Person-centered
Therapy selama 25 tahun terakhir, pada sekelompok kecil pasien skizofrenia.
Sejak saat itu telah ada penelitian lain yang serupa pada pasien rawat inap,
serta pada berbagai populasi klinis lainnya dengan melakukan studi mendalam
pada 28 pasien dengan skizofrenia, setengah di antaranya berada di kelompok
kontrol. Secara singkat, para peneliti menemukan bahwa pasien yang menerima
derajat empati tinggi, kehangatan, dan keaslian menghabiskan lebih sedikit
waktu di rumah sakit dibandingkan mereka yang menerima kondisi yang lebih
rendah. Sayangnya, beberapa perbedaan yang ditemukan antara pasien yang
menerima inti yang tinggi dan kelompok kontrol yang tidak diobati. Pasien yang
menerima tingkat empati, kehangatan, dan keaslian yang rendah menghabiskan hari
di rumah sakit daripada kelompok kontrol atau mereka yang menerima kondisi inti
yang tinggi.
I.
Kelemahan dan
Kelebihan
Beberapa
kelemahan person-centered therapy adalah
sebagai berikut.
1.
Sulit bagi konselor untuk
bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
2.
Konseling menjadi tidak efektif
ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja
tidaklah cukup
3.
Minim teknik untuk membantu
konseli memecahkan masalahnya.
4.
Tidak cukup sistematik,
terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil tanggungjawabnya.
5.
Memungkinkan sebagian
konselor menjadi terlalu terpusat pada konseli sehingga melupakan keasliannya.
6.
Kesalahan sebagian
konselor dalam menerjemahkan sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan
konseling.
Sedangkan
beberapa kelebihannya adalah sebagai berikut.
1.
Sifat keamanan.
Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya
baginya dengan perasaan aman.
2.
Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
3.
Memberikan peluang yang
lebih luas terhadap konseli untuk didengar.
4.
Konseli memiliki pengalaman
positif dalam konseling ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
5.
Konseli merasa mereka dapat
mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka didengarkan dan tidak
dijustifikasi.
J.
SUMBER RUJUKAN
Corey,
Gerald. 2009. Theory and Practice
Counseling and Psychotherapy. Amerika :Thompson Books/Cole
George,
Rickey L & Cristiani, Therese S. 1981. Theory,
Methods, and Processes of Counseling and Psychotherapy. Englewood Cliffs :
Prentice-Hall, Inc
Fall,
Kevin A, Holden, Jan Miner, & Marquis, Andre. 2004. Theoretical Models of Counseling and Psychotherapy. New York: Brunner-Routledge.
Gillon,
Ewan. 2007. Person-Centred Counselling Psychology an
Introduction. London:
SAGE Publications Ltd.
Parrot
III, Les. 2003. Counseling and
Psychotherapy Second Edition. Amerika : Thompson Books/Cole
Patterson,
Cecil H. 1980. Theories of Counseling and
Psychotherapy. New York ; Harper & Row Publisher
Prochaska,
J.O. & Norcross, J.C. 2010. Systems of Psychotherapy. 7th Ed. Belmont, CA: Thomson
Brooks/Cole.
Rogers, Carl R. 1961. On Becoming Person. USA: Houghton Mifflin
Company.
Seligman,
Linda. 2006. Theories of Counseling and
Psychotherapy Sistem, Strategies, Skill. New Jersey ; Pearson prentice Hall
Sharf,
R.S. 2012. Theories of Psychotherapies
and Counseling: Concepts and Cases. 5th Ed. Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole.
mohon maaf, pada poin pertama dikatakan ada 4 kali perubahan nama, tapi dijelaskan hanya ada 3nama saja?, mohon penjelasan lanjutnya...
BalasHapus